Bom cluster terdiri dari sejumlah bom kecil yang tersebar, yang memungkinkannya memiliki cakupan area yang lebih luas daripada ledakan tunggal yang terkonsentrasi. Kelebihan ini dianggap efektif dalam merusak target di area tertentu, seperti pasukan infanteri, formasi artileri, dan konvoi truk militer.
Bahan Peledak yang Mematikan dan Tersisa dalam Jangka Waktu Lama
Namun, ancaman lain yang tak kalah mengerikan adalah bom cluster meninggalkan jejak bahan peledak yang dapat mematikan bagi warga sipil. Sebab, bom yang tidak meledak dapat bertahan dalam waktu lama dan dikhawatirkan mengancam warga sipil yang mengetahuinya.
Bom cluster biasanya dijatuhkan dari pesawat terbang atau ditembakkan dari darat atau laut, terbuka di udara untuk melepaskan puluhan atau ratusan bom ini. Setelah dilepaskan, bom-bom kecil yang berada di dalam nya bisa menutupi area hingga seukuran beberapa lapangan sepak bola.
Siapa pun yang berada di area serangan nya, baik militer maupun sipil, sangat mungkin terbunuh atau terluka parah. “Amunisi cluster mendapat julukan “hujan baja” karena efeknya yang intens dan meluas,” kata Mark Cancian, penasihat senior di Pusat Kajian Strategis dan Internasional dikutip SINDOnews dari laman Daily Mail, Jumat (14/7/2023).
Bom cluster terdiri dari tabung logam silinder, biasanya berbobot 1.000 pound atau 454 kg, yang ditembakkan dari darat atau udara. Saat bergerak melalui udara, tabung itu mulai berputar sebelum melepaskan isinya, biasanya sekitar 200 bom kecil, masing-masing panjangnya sekitar delapan inci.
Bom-bom ini jatuh ke tanah, terkadang dengan bantuan parasut, untuk mendelay ledakan sampai mengenai target. Sayangnya, sebagian besar bom gagal meledak saat mendarat dan bisa berpotensi menimbulkan bahaya yang mematikan di kemudian hari.
Sebagian kecil bom tidak meledak saat mendarat, biasanya saat bersentuhan dengan tanah lunak atau basah. Benda-benda ini dapat tetap berada di tanah dengan potensi meledak selama bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun.