Jakarta – Permintaan terhadap rancangan undang-undang (RUU) perampasan aset pun mulai menyeruak. Ini diawali dengan permintaan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD kepada DPR untuk segera meloloskan RUU tersebut.
Serupa dengan Mahfud, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengungkapkan hal yang sama. Ia menegaskan hal ini merupakan inisiatif dari pemerintah, dan meminta RUU tersebut agar segera diselesaikan oleh DPR.
Dalam beleid yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023 ini akan memperkuat pemberantasan tindak pidana korupsi atau tipikor di Tanah Air.
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD meminta dukungan DPR untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset.
Hal ini, menurutnya, dikarenakan upaya menindak kasus korupsi saat ini cukup sulit. Oleh karena itu, aparat penegak hukum membutuhkan ‘senjata’ untuk mengatasi korupsi. Kepada Ketua Komisi III Bambang Pacul, Mahfud memohon dukungan.
“Tolong melalui Pak Bambang Pacul (Ketua Komisi III) Pak, (Rancangan) Undang-Undang Perampasan Aset tolong didukung,” paparnya.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter Kaban mengatakan RUU ini sebenarnya memiliki bentuk draf pada 2015. Draf ini sudah cukup kuat untuk menyita aset-aset pelaku tindak kejahatan yang mencuci uangnya, bukan hanya koruptor tapi termasuk pelaku terrorisme, narkotika, pencurian, hingga penggelapan.
“Kenapa itu perlu didukung pembahasan dan pengesahannya, karena RUU ini akan mempercepat proses perampasan dan pengembalian aset hasil tindak pidana, salah satunya korupsi. Jadi bukan hanya untuk Tipikor berlakunya,” ujar Lola.
Berdasarkan draf yang sudah beredar pada 2015, dia mengatakan RUU Perampasan Aset ini bisa menjadikan aset-aset dalam bentuk kendaraan, properti, serta harta benda lainnya, menjadi objek yang mampu dirampas negara jika diperoleh berdasarkan hasil tindak pidana atau kejahatan.
Namun, Lola mengingatkan, draf terbaru belum dibuka aksesnya oleh pemerintah sehingga bisa saja terjadi penguatan lebih baik atau malah membuka lebar pelemahan terhadap RUU itu. Kendati begitu, Lola memastikan berdasarkan draf pada 2015, RUU ini turut mempercepat proses hukum perampasan aset hasil tindak pidana.