Samarinda – Legislator DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) mengimbau seluruh SMA/SMK di bawah naungan pemerintah provinsi (pemprov) untuk meniadakan pungutan guna pelaksanaan acara perpisahan di luar sekolah.
Apalagi, praktik tersebut telah menuai polemik sejak beberapa tahun terakhir. Pungutan dan pelaksanaan perpisahan banyak dikeluhkan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah juga telah melarang praktik tersebut.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Darlis Pattalongi menyatakan bahwa pungutan dalam acara perpisahan dapat memicu kesenjangan sosial di kalangan siswa. Sebab, kondisi ekonomi setiap orang tua maupun wali murid beragam.
Bagi orang tua atau wali murid dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, tentunya akan keberatan jika harus membayar biaya perpisahan dengan nominal tinggi. Kondisi ini berbeda dengan mereka yang kelas ekonominya menengah ke atas.
Oleh karena itu, Darlis mengimbau pihak sekolah menggunakan fasilitas yang tersedia di lembaga pendidikannya untuk tempat pelaksanaan perpisahan.
Penentuan lokasi ini dinilai menjadi jalan tengah yang tepat bagi setiap orang tua atau wali murid dibandingkan harus melaksanakan perpisahan di hotel.
“Bagi orang tua yang mampu, mungkin tidak menjadi masalah. Namun bagi yang kurang mampu, ini bisa menjadi beban dan menimbulkan rasa serba salah, bahkan bisa menghambat siswa untuk ikut acara perpisahan,” ujar Darlis, Rabu 30 April 2025.
Ia menambahkan bahwa tujuan larangan pelaksanaan perpisahan di luar sekolah untuk kesetaraan di lingkungan pendidikan. Selain itu, memastikan kegiatan perpisahan berlangsung secara efisien serta tetap bermakna.
Menurutnya, yang lebih penting dari kemewahan tempat adalah suasana khidmat dan adanya pesan pembekalan bagi siswa sebelum melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Darlis yang juga menjabat sebagai Ketua Komite di SMA Negeri 4 Samarinda ini membagikan pengalaman sekolahnya dalam menyikapi edaran tersebut.
Ia menyebut bahwa sebelumnya sekolah telah merancang perpisahan di hotel dengan melibatkan iuran dari orang tua siswa. Namun, setelah adanya edaran resmi, keputusan itu dibatalkan.
“Perpisahan tetap kami lanjutkan di sekolah. Kami tidak ingin mengecewakan anak-anak yang sudah mempersiapkan diri, seperti belajar menari dan memesan seragam perpisahan,” tuturnya.
Dana yang telah dikumpulkan pun dikembalikan sepenuhnya, kecuali untuk biaya yang telah digunakan, seperti pembuatan medali dan pelatihan.
Untuk menutupi kekurangan dana, Darlis menginisiasi gerakan gotong royong dari para alumni sekolah agar tidak lagi membebani wali murid.
“Terkait biaya, saya mengajak alumni-alumni untuk menyumbang, jadi tidak lagi ada iuran dari orang tua siswa,” pungkasnya.