Jakarta – PT PLN (Persero) memiliki beberapa strategi untuk mendukung peralihan ke energi bersih di Indonesia. Salah satunya adalah melalui pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Executive Vice President of Energy Transition and Sustainability PLN Kamia Handayani mengatakan, guna mendukung transisi energi, pihaknya tidak hanya berfokus pada satu skenario saja. Karena itu, PLN tidak akan tertutup dalam pengembangan energi nuklir di Indonesia.
Teknologi Co-firing
“Bahkan nuklir yang belum ada, kita tidak boleh tertutup, tetap kita buka opsi-opsi untuk menggunakan teknologi baru. “Ungkapnya dalam acara Green Economic Forum CNBC Indonesia, Senin (22/5/2023).
Menurut Kamia, dalam membangun transisi energi di Indonesia, setidaknya pihaknya akan membuka 3-4 skenario. Misalnya, seperti skenario penggunaan co-firing untuk menggantikan batu bara dengan biomassa di PLTU.
“Jadi gak semua kita pensiunkan, tetapi ada yang kita pertahankan disertai dengan teknologi co-firing, ammonia, CCUS (Carbon Capture, Utilization and Storage) dan gas kita PLTGU-PLTGU kita gak dipensiunkan, tetapi kita co-firing dengan hidrogen, jadi teknologi-teknologi yang memungkinkan,” paparnya.
Seperti diketahui, Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EB-ET). Akan menjadi pintu masuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia. Bahkan, pemerintah telah mempunyai kriteria tersendiri untuk pelaksana PLTN di dalam negeri.
Salah satu syaratnya adalah badan usaha yang mempunyai kompetensi di bidang ketenaganukliran. Hal itu termuat dalam pokok-pokok substansi daftar inventarisasi masalah (DIM) rancangan undang-undang energi baru dan energi terbarukan (RUU EB-ET).
“Pemerintah mengusulkan pelaksana PLTN adalah badan usaha yang mempunyai kompetensi di bidang ketenaganukliran untuk listrik. “Kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII, Selasa (29/11/2022).
Pertambangan Galian Nuklir
Selain itu, di dalam DIM RUU EB-ET pemerintah juga telah menyetujui pembentukan Majelis Tenaga Nuklir (MTN). Adapun MTN ini nantinya mempunyai kewenangan terkait pengkajian kebijakan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi, serta penyusunan rekomendasi kebijakan.
Pemerintah kata dia, juga telah menyetujui substansi terkait persetujuan pembangunan PLTN oleh DPR dan mengusulkan persetujuan dimaksud berlaku untuk PLTN dengan teknologi sebelum generasi ketiga.
Namun untuk pertambangan galian nuklir, pemerintah mengusulkan untuk tidak diatur dalam RUU EB-ET. Pasalnya, hal tersebut sudah diatur secara detail dalam Undang Undang Minerba.
Di samping itu, pemerintah juga mengusulkan adanya perizinan berusaha EB-ET termasuk nuklir berbasis risiko sebagai legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk menjalankan usaha EB-ET.
Sehingga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, peningkatan investasi, peningkatan TKDN, percepatan EB-ET, dan sebagai payung hukum dalam pembinaan dan pengawasan kegiatan pengusahaan EB-ET.