Jakarta – Proyek kesayangan Jokowi, hilirisasi merupakan salah satu proyek kebanggaan Pak Presiden. Hal ini karena digadang-gadang bisa menekan impor Liquefied Petroleum Gas (LPG). Ini pun menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).
Tak hanya itu, Proyek kesayangan Jokowi berupa Air Products juga mundur dari proyek hilirisasi batu bara menjadi metanol di Kalimantan Timur bersama dengan perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Bakrie Capital Indonesia Group dan PT Ithaca Resources yang membentuk konsorsium bernama PT Air Products East Kalimantan (PT APEK).
Mengenai hal ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir angkat bicara.
Luhut bilang, saat ini pemerintah sedang melakukan pembahasan penting mengenai kelanjutan program hilirisasi batu bara Indonesia.
“Saya rasa masih harus ada beberapa (pembahasan) teknis yang harus diselesaikan. Kita lihat lagi nanti (terkait penggantinya),” ujar Luhut mengomentari Proyek kesayangan Jokowi itu.
Sementara Erick masih bertanya-tanya terkait hengkangnya perusahaan tersebut. Ia mengungkapkan cabutnya Air Products dari konsorsium tersebut harus dikaji lagi dari sisi konsorsium, industri, dan aturan yang memayungi hilirisasi batu bara di Indonesia.
“Itu permasalahan di kami atau di mana? Air products itu mundur karena apa? Karena Pertaminanya, atau karena industrinya berubah, atau karena aturannya belum punya payung. Nah itu mungkin dicek dulu,” ujar Erick, dikutip Minggu (2/4/2023).
Sayangnya, Erick juga belum bisa menyebutkan investor yang nantinya akan menggantikan Air Products yang mundur dari konsorsium tersebut.
Terlepas dari dinamika yang ada, Kementerian ESDM memastikan proyek hilirisasi batu bara yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) ini mulai dilirik China.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Investasi, Triharyo Soesilo menyatakan, alasan hengkangnya Air Products lantaran berbagai macam hal. Diantaranya karena DME baru pertama kali ada di Indonesia.
Kemudian, regulasi yang dibuat pemerintah juga baru saja disusun. “Sementara Air Products di Amerika Serikat (AS), Joe Biden banyak memberikan insentif yang mendorong transisi energi investment, jadi mungkin dia tidak bisa menunggu terlalu lama ya,” terang Triharyo Soesilo saat ditemui di Menara Danareksa beberapa waktu yang lalu.
Sementara itu, Triharyo menyatakan belum ada partner pengganti PTBA dan Pertamina setelah hengkangnya Air Products itu. “Belum ada, sampai sekarang belum ada yang berminat,” tandas Triharyo.
Triharyo menambahkan, perusahaan China berpotensi menjadi investor potensial karena merupakan produsen DME dengan jumlah besar, mencapai 12 juta ton. “Kan DME terbesar di China 12 juta ton di sana jadi udah pengalaman biasa sih pengalaman pertamina,” kata Triharyo.