Rusia – Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan bahwa dalam waktu dekat, Rusia akan mengerahkan rudal Sarmat yang memiliki kemampuan nuklir untuk digunakan dalam tugas tempur. Pernyataan ini muncul dalam konteks konflik antara Rusia dan Ukraina, yang mendapat penolakan kuat dari negara-negara Barat.
Dalam pidatonya, Putin menegaskan bahwa peluncur pertama Sarmat akan segera ditempatkan dalam tugas tempur. Ia menyoroti pentingnya “tiga serangkai” kekuatan nuklir Rusia yang dapat diluncurkan dari darat, laut, atau udara. “Tugas terpenting di sini adalah pengembangan triad nuklir, yang merupakan jaminan utama keamanan militer Rusia dan stabilitas global,” katanya dikutip Reuters, Rabu (21/6/2023).
Peningkatan Pasukan Rudal Sarmat Strategis dengan Sistem Yars Terbaru dan Avangard
“Sudah sekitar setengah dari unit dan formasi pasukan rudal strategis dilengkapi dengan sistem Yars terbaru, dan pasukan dilengkapi kembali dengan sistem rudal modern dengan hulu ledak hipersonik Avangard.”
Sarmat, yang dijuluki ‘Setan II’ oleh beberapa pemimpin NATO, menggantikan sistem Voyevoda era Soviet, dan telah dikembangkan selama bertahun-tahun. Bila diluncurkan, Sarmat mampu membawa 10 atau lebih hulu ledak nuklir.
Ancaman Putin ini dilontarkan ketika para diplomat dari puluhan negara Barat bertemu di London hari ini untuk menggalang dana untuk membangun kembali Ukraina, tugas raksasa yang biayanya diperkirakan oleh Bank Dunia lebih dari US$ 400 miliar.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken akan mengumumkan paket baru bantuan AS di Konferensi Pemulihan Ukraina. Ia akan bergabung dengan Rishi Sunak dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di antara perwakilan internasional pada pertemuan tersebut.
Sementara itu, Sekjen NATO, Jens Stoltenberg, sebelumnya menyatakan bahwa perdamaian dalam perang Rusia-Ukraina tidak dapat berarti membekukan konflik dan menerima kesepakatan yang ditentukan oleh Moskow. Ia menyebut hanya Kyiv lah yang dapat menentukan kondisi yang dapat diterima.
Hal ini mendapat sorotan dari Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov. Menurutnya, ini merupakan simbol bahwa NATO, yang terus menyokong Ukraina dengan senjata, ingin berperang melawan Rusia. Ia mengaku Moskow selalu siaga dan siap bila ingin berperang.
“Baiklah, biarkan mereka bertarung, kami siap untuk ini, kami telah lama memahami tujuan NATO dalam situasi di sekitar Ukraina, yang telah terbentuk selama bertahun-tahun,” katanya pada Russia Today.
Namun, hal ini bukanlah berarti Rusia ingin untuk berperang. Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pihak Moskow sangatlah terbuka dengan dialog, mencontohkan apa yang terjadi antara Putin dengan pemimpin Afrika pekan lalu.
“Putin terbuka untuk dialog, ia terbuka untuk kontak. Percakapan yang sangat, sangat produktif terjadi pada hari Sabtu dengan delegasi Afrika, dan dialog ini akan berlanjut,” tutur Peskov dikutip TASS.