Jakarta – Ketidakpastian global, di tengah tingginya inflasi, membuat banyak negara saat ini berkomitmen untuk mengurangi ketergantungannya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) atau biasa disebut dengan istilah dedolarisasi.
Jika dolar AS mulai ditinggalkan, banyak spekulasi-spekulasi yang menyebut, bahwa mata uang negara lainnya pun dapat berpotensi menggantikan dolar AS sebagai mata uang global. Berikut daftarnya yang sudah dirangkum dari berbagai sumber:
1. Yuan
Yuan merupakan mata uang China. Diketahui, Beijing merupakan eksportir terbesar di dunia dan sekaligus menjadi salah satu importir terbesar sejagad.
Dengan kekuatan ekonomi yang cukup besar, negara berpenduduk lebih dari satu miliar jiwa itu berpotensi menempatkan mata uangnya dalam perdagangan global.
Baru-baru ini, China diketahui sedang aktif dalam diskusi pembelian minyak menggunakan yuan dengan Arab Saudi. Beijing memang merupakan pasar terbesar bagi minyak Riyadh.
Jika kerja sama ini disepakati maka diperkirakan bisa menggerus permintaan dolar AS lebih dari US$ 10 miliar. Kontrak Saudi Aramco dengan perusahaan China terkait penjualan minyak diperkirakan mencapai US$ 10 miliar.
Selain dengan Saudi, China juga telah sepakat dengan Brasil untuk melakukan perdagangan dengan mata uang mereka sendiri, yuan dan real.
“Harapannya adalah ini akan mengurangi biaya, mempromosikan perdagangan bilateral yang lebih besar dan memfasilitasi investasi,” kata Badan Promosi Perdagangan dan Investasi Brasil (ApexBrasil) dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari AFP.
Kesepakatan antara China dan Brasil sendiri bernilai sangat besar, dengan total menembus US$ 171,49 miliar. Artinya, ada permintaan dolar sebesar US$ 171 miliar yang hilang dalam perdagangan global.
2. Euro
Mata uang yang satu ini digunakan oleh 20 negara-negara besar Eropa. Meski tak semua anggota Uni Eropa menggunakannya, pengguna euro merupakan negara-negara besar dengan kekuatan ekonomi besar dunia seperti Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, dan Belanda.
Dengan disokong oleh kekuatan ekonomi besar ini, euro menjadi mata uang yang cukup laku di pasaran, dengan 66,1% perdagangan di Benua Biru menggunakan mata uang ini.
Berkat penggunaan euro, dollar AS sendiri mulai ditinggalkan oleh negara Eropa. Berdasarkan data Atlantic Council yang mengutip data dari bank sentral AS (Federal Reserve/The) pada periode 1999-2019, penggunaan dolar AS memang sedikit di kawasan ini, di mana hanya 23,1% saja yang menggunakan Greenback.
3. Mata uang BRICS
Negara aliansi BRICS juga bersiap untuk meninggalkan dolar AS serta euro Eropa untuk melakukan perdagangan antarnegara. Saat ini aliansi negara itu dalam proses menciptakan alat pembayaran baru.
BRICS merupakan gabungan lima negara, yakni Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan. Tercatat, BRICS merupakan pemilik PDB terbesar dunia dengan kontribusi 31,5%. Ini mengungguli aliansi G7 bekingan AS yang berkontribusi 30,7%.
Nantinya, mata uang baru aliansi ini akan diamankan dengan emas dan komoditas lain, termasuk elemen tanah jarang. Hal tersebut diutarakan anggota parlemen Rusia Alexander Babakov saat berkunjung ke India.
Tapi detail yang dipakai belum diungkap jelas. Babakov sendiri mengatakan bakal ada pembahasan lagi di KTT BRICS Agustus 2023.
4. Rupee India
India telah mengeluarkan kebijakan baru untuk makin meningkatkan penggunaan rupee dalam perdagangan mereka sejak April 2023. Salah satu raksasa ekonomi dunia itu juga telah menonjolkan penggunaan mata uang ini dengan sejumlah negara.
India menjalin kesepakatan dengan Malaysia untuk menggunakan mata uang masing-masing dalam transaksi perdagangan. Hal sama juga terjadi ke Uni Emirat Arab (UEA), untuk menggunakan mata uang lokal rupee dan dirham, sebagai pembayaran perdagangan non-minyak mentah.
Sebelum Malaysia dan UEA, sudah ada 17 negara yang sepakat dan bisa menggunakan rupee sebagai alat pembayaran. Jerman, Inggris dan Singapura di antaranya.
5. Mata uang lokal Asean
Negara-negara Asean pun pun tak ketinggalan dengan rencana dedolarisasi dengan meneken local currency transaction (LCT). Salah satu raksasa ekonomi dunia itu menyepakati hal ini untuk mendorong mata uang lokal masing-masing di pasar global
Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina telah meneken kerjasama transaksi pembayaran lintas batas. Ini melalui kode QR, fast payment, data, hingga transaksi mata uang lokal.
Dalam Keketuaan Asean 2023, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengklaim Indonesia kemudian telah berhasil mendorong lima anggota negara Asean lainnya untuk melakukan kerja sama melakukan transaksi meninggalkan dolar AS.
Vietnam, kata Perry menjadi salah satu negara yang siap lebih dahulu dalam mengimplementasikan perjanjian pembayaran lintas batas negara ini, lewat skema LCT. Kemudian, tiga negara Asean lainnya, seperti Laos, Kamboja, dan Brunei Darussalam juga tertarik untuk bekerja sama.