Jakarta – Sejak tahun 1945, Indonesia telah didirikan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan berhasil merdeka dari penjajahan Belanda selama periode yang berlangsung selama 77 tahun. Namun, masalah yang menjadi sorotan bagi negeri ini adalah kemiskinan ekstrem yang masih tinggi angkanya.
Menuju peringatan 100 tahun kemerdekaan yang akan datang, Indonesia memiliki tujuan untuk menjadi sebuah negara yang maju, serta berhasil keluar dari jebakan pendapatan menengah. Dalam upaya mencapai status negara maju ini, negara Indonesia memiliki tekad untuk mengatasi masalah kemiskinan ekstrem dan menghapuskannya sepenuhnya pada tahun 2024.
Kondisi kemiskinan ekstrem di Indonesia saat ini menurut data BPS 2022 sebesar 2,04 persen. Sementara berdasarkan data World Bank angka kemiskinan ekstrem sebesar 1,5 persen.
Presiden RI Joko Widodo menargetkan kemiskinan ekstrem mendekati 0 persen pada tahun 2024 dan telah mengeluarkan landasan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Inpres Nomor 4 Tahun 2022 telah mengamanatkan kepada 22 Kementerian, 6 Lembaga, dan Pemerintah Daerah untuk mengambil langkah-langkah intervensi yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing untuk melakukan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Di tengah mengejar upaya tersebut, angka kemiskinan di Indonesia ternyata masih belum pulih dari masa pandemi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi. Hingga Maret 2023, jumlah penduduk miskin mencapai 25,9 juta orang atau 9,36%.
Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto menjelaskan, angka ini lebih rendah dari tingkat kemiskinan per September 2022 yang sebesar 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang. Sementara pada Maret 2022, jumlah angka kemiskinan mencapai 9,54% atau 26,16 juta orang.
Adapun, jumlah penduduk miskin ini turun 460.000 jiwa terhadap September 2022 dan turun 260.000 jiwa terhadap Maret 2022.
Sementara itu, persentasenya 9,36% tersebut turun 0,21 persentase poin terhadap September 2022 dan 0,18 persentase poin terhadap Maret 2022.
Dari catatan BPS, persentase penduduk miskin Indonesia pernah naik hingga 10,19% pada masa pandemi di September 2020. Sayangnya, Atqa mengatakan bahwa tingkat kemiskinan pada Maret 2023 belum pulih seperti masa sebelum pandemi.
“Sejak Maret 2021, tingkat kemiskinan mengalami penurunan seiring pemilihan nasional (pemilu), meskipun sempat mengalami kenaikan pada September 2021,” katanya.
Lebih lanjut, tingkat kemiskinan menurut wilayah, penurunan tingkat kemiskinan di perkotaan dan perdesaan kompak mengalami penurunan. Tetapi, penurunan di perkotaan lebih besar daripada di pedesaan.
“Jika dibandingkan masih terjadi disparitas yang lebar, antara perkotaan dan pedesaan.” Pada maret 2023, tingkat kemiskinan di pedesaan 12,22%, sementara di perkotaan 7,29%.
Atqo melanjutkan penurunan di perkotaan lebih dalam dari pada pedesaan, dibandingkan pada September 2022 terjadi penurunan tingkat kemiskinan di pedesaan sebesar 0,14% sementara di wilayah perkotaan mengalami penurunan 0,24%.
Tingkat kemiskinan di wilayah pedesaan sudah lebih rendah dari sebelum pandemi. Namun, sebaliknya, tingkat kemiskinan di perkotaan lebih tinggi dari sebelum pandemi.