Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengkonfirmasi bahwa proses transfer kepemilikan hak partisipasi atau Participating Interest (PI) dari Shell ke Pertamina sebesar 35% di Blok Masela hampir selesai. Negosiasi Harga Akuisisi Pelepasan 35% PI Blok Masela Mendekati Kesepakatan
Namun, metode pengambilalihan PI di Blok Masela akan tetap menggunakan skema akuisisi atau bisnis antarperusahaan. Sebelumnya, ada kemungkinan bahwa pemerintah akan mengakhiri kontrak Shell di Blok Masela jika perusahaan tersebut mengalami hambatan dalam proses pelepasan PI ini.
Negosiasi Harga Akuisisi Pelepasan 35% PI Blok Masela Mendekati Kesepakatan
Rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) disebutkan bahwa bila lima tahun sejak PoD ditandatangani pada 2019 lalu Blok Masela tidak ada progres signifikan, maka blok gas jumbo ini bisa dikembalikan kepada negara.
Meski demikian, menurut Arifin, negosiasi harga antara Pertamina dan Shell untuk pelepasan PI 35% di Blok Masela sudah hampir mengerucut. Bahkan, harga yang ditawarkan Shell sudah jauh di bawah US$ 1 miliar, tidak seperti yang ditawarkan sebelumnya.
“Akuisisi. 35% dan angkanya gak segitu (US$ 1 miliar). Jauh di bawah (US$ 1 miliar),” kata Arifin saat ditanya apakah benar biaya akuisisi sampai US$ 1 miliar, ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (9/6/2023).
Setelah kedua belah pihak mencapai kata sepakat, maka langkah selanjutnya yakni revisi rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD). Mengingat, dalam revisi PoD ini, Inpex selaku operator akan memasukkan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menyarankan agar Shell dapat segera menyetujui harga yang ditawarkan calon penggantinya untuk akuisisi 35% PI Blok Masela. Pasalnya, apabila proses negosiasi berbelit-belit pemerintah dapat menterminasikan kontrak kerja sama di blok jumbo tersebut.
Djoko menilai Shell akan menanggung rugi apabila pemerintah melakukan terminasi kontrak kerja sama di Blok Masela. Pasalnya, ketika opsi terminasi dilakukan, pemerintah bisa mengambil alih pengelolaan Blok Masela tanpa mengeluarkan uang ganti rugi.
“Nanti kalau pemerintah terminasi ini blok terserah pemerintah mau 100% dikasih Pertamina atau dilelang atau dikasih Inpex dan Pertamina dikerjasamakan dengan Inpex nah BUMD secara regulasi dapat 10% harus lakukan ini,” kata Djoko dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (30/5/2023).
Djoko membeberkan Shell awalnya membeli 35% PI di Blok Masela senilai US$ 700 juta atau sekitar Rp 10,4 triliun. Karena itu, seharusnya perusahaan asal Belanda tersebut juga tidak mematok harga yang lebih tinggi dari waktu mereka membelinya.
“Menurut saya ketika Shell masuk ke Masela 35% dengan harga yang pernah saya baca laporannya adalah US$ 700 juta. Itu harusnya maksimal harga yang ditawarkan karena Shell gak rugi juga. Memang suatu resiko sejak dia dapat 35% itu berapa biaya yang dikeluarkan,” kata Djoko.
Namun, berdasarkan info yang dia dapatkan, Shell berencana menjual 35% PI Blok Masela ke Pertamina sebesar US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 20,95 triliun. Angka tersebut melonjak dua kali lipat dari harga awal yang didapatkan Shell ketika menghimpit 35% PI Blok Masela
“Jadi kalau WK sudah dikembalikan ke pemerintah, pemerintah bisa menugaskan Pertamina tanpa membeli 35% yang kabarnya US$ 1,4 miliar. Tanpa keluarkan itu Pertamina bisa, saya berikan contoh Natuna D Alpha kita berikan ke Pertamina,” kata dia.
Baca Juga: Subsidi Minyak Solar 2024 Diusulkan Naik Hingga Rp 2.000 per liter