Jakarta – Dalam laporan World of Debt Report, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa sekitar 3,3 miliar penduduk tinggal di negara-negara yang terjerat dalam utang. PBB menyoroti fakta bahwa negara-negara tersebut telah menggunakan sebagian besar anggaran mereka untuk membayar bunga utang, daripada mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan dan kesehatan.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyampaikan keprihatinan tentang krisis pembangunan yang melanda sebagian besar dunia, sebagai akibat dari beban utang yang membebani negara-negara tersebut. Sebagaimana dikutip dari laporan World of Debt Report, Senin (20/7/2023).
Menurutnya, kebanyakan negara-negara yang terjerat dalam krisis ini adalah negara miskin, terutama negara-negara Afrika. PBB mencatat rata-rata negara Afrika membayar pinjaman atau utang empat kali lebih banyak daripada Amerika Serikat dan delapan kali lebih banyak daripada negara-negara Eropa terkaya.
“Beberapa negara termiskin di dunia dipaksa untuk memilih antara membayar hutang mereka, atau melayani rakyat mereka. Mereka hampir tidak memiliki ruang fiskal untuk investasi penting dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) atau transisi ke energi terbarukan,” katanya.
Tidak hanya Afrika, mengutip data Dana Moneter Internasional (IMF), Guterres mengatakan 36 negara berada dalam jeratan utang yang berisiko tinggi. Sementara itu, sebanyak 16 negara lainnya harus membayar kepada kreditor swasta. Kemudian, sebanyak 52 negara – hampir 40 persen negara berkembang – berada dalam masalah utang yang serius. Sayangnya, Guterres tidak menjabarkan satu per satu negara yang dimaksudnya.
Apakah Indonesia masuk ke dalam kategori negara yang membayar utang lebih banyak daripada mengelontorkan dana untuk pendidikan dan kesehatan?
Stafsus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menegaskan bahwa total anggaran pendidikan dan kesehatan dalam APBN 2022 adalah sebesar Rp 649 triliun atau 168% dari total belanja bunga Rp 386 triliun.
Jika dicek dalam APBN 2022, anggaran pendidikan mencapai Rp 472,6 triliun, sementara anggaran kesehatan sendiri Rp 255,39 triliun.
Pernyataan Guterres ini sempat dikutip oleh Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan.
“Indonesia masuk negara gagal sistemik. APBN 2022: Biaya Kesehatan Rp 176,7 triliun; Bunga pinjaman: Rp 386,3 triliun,” dikutip dari akun @AnthonyBudiawan, Kamis (20/7/2023).
Hal ini yang kemudian diluruskan oleh Prastowo. Menurut Prastowo, anggapan itu tidak berdasar lantaran Indonesian sudah masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah ke atas atau upper middle income trap versi Bank Dunia. Dia pun membagikan perhitungan anggaran kesehatan dan pendidikan, sebagaimana dicantumkan di atas.
“Penilaian ini tidak berdasar! Indonesia bukan negara gagal ” kata Prastowo dikutip dari akun @prastow.
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!