Jakarta – Firli Bahuri, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengakui bahwa ia merasa bingung mengapa tindak korupsi tampaknya tidak pernah berakhir di Indonesia, meskipun KPK selalu berusaha keras untuk memberantasnya.
“Saya tanya kenapa ini? gagalnya di mana kita mengelola negara ini, kok bisa masih ada korupsi?,” ungkap Firli dalam Bincang Stranas PK di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Dia berkaca pada banyaknya kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang terjadi pada tahun 2018 lalu, saat dirinya masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
“Saya dulu pernah jadi Deputi Penindakan tahun 2017-2018, berpikir saya, Kenapa? karena pernah menangkap yang disebut OTT. Dimana OTT terbanyak terjadi di tahun 2018, waktu itu saya jadi Deputi Penindakan, 30 kali tangkap tangan tahun 2018. Apakah korupsi berhenti? Tidak,” katanya.
Sementara itu, sampai dengan hari ini, Firli mengungkapkan sudah ada 85 orang yang ditahan karena melakukan tindak pidana korupsi.
“Tersangka yang sudah ditahan sampai hari ini sudah 85 orang. Jadi kalau ada yang mengatakan penindakan rendah, gak juga. Ini hasil penindakannya,” ujarnya.
Firli mengaku bingung kenapa sampai dengan saat ini kasus tindak pidana korupsi seakan tidak ada habisnya, gagalnya KPK dimana dalam mengelola negara ini, kok bisa masih ada korupsi?
“Sehingga pada kesimpulan, berarti kita memang harus melakukan pemberantasan korupsi secara holistik, tidak bisa satu-satu. Apa yang kita lakukan?,” kata Firli.
Hal pertama yang dilakukan KPK, adalah dengan cara melakukan pendidikan kepada masyarakat untuk dapat mengubah perilaku orang.
“Kan banyak yang mengatakan kalau korupsi itu biasa, korupsi itu budaya, kita ubah. Yang tadinya korupsi disebut budaya, kita ganti dengan anti korupsi budaya nya,” tuturnya.
Perilaku yang seperti itu, lanjutnya, diubah dengan cara menanamkan nilai-nilai integritas. Karena pada prinsipnya, setelah melakukan pendidikan masyarakat, pihaknya ingin masyarakat sadar, semua orang sadar, sehingga tidak lagi ingin melakukan korupsi.
Hal yang kedua, adalah melakukan pencegahan, dengan cara perbaikan sistem. “Jadi kalau pendidikan itu menyentuh perilaku orang-orang, sistem itu melakukan perubahan terhadap sistemnya, pencegahannya, sehingga tidak ada celah dan peluang orang untuk melakukan korupsi,” lanjutnya.
Sementara hal ketiga yang dilakukan KPK dalam upaya memberantas korupsi adalah penindakan. Namun, Firli menilai hal ini masih belum cukup.
“Kita perlu dukungan partisipasi dan peran masyarakat, baik di bidang pendidikan, pencegahan, maupun penindakan,” pungkasnya.